Selasa, 29 Juni 2010

Belajar dari Maradona


Oleh: Oji Faoji
Siapa yang tidak kenal dengan Maradona, atau lengkapnya Diego Armando Maradona. Timnas Argentina yang dijuluki “The God Hand” ini, atau saat melakukan gol tangan Tuhan yang terjadi 22 Juni 1986 di Estadio Azteca, Mexico City itu, kini tampil lagi di layar kaca dan aksinya menarik perhatian jutaan mata di dunia, termasuk di Indonesia. Namun, kini pesepak bola legendaris itu bukan tampil sebagai straiker, seperti penampilan gemilangnya pada tahun 80-an, tetapi dipercaya oleh negaranya sebagai pelatih timnas Argentina, menggantikan pelatih sebelumnya Alfio Basile pada 2008. Penunjukkan Maradona sebagai pelatih tim Tango ini memang menuai banyak kontroversi. Maklum Maradona dikenal sebagai pemain hebat bukannya pelatih cemerlang. Apalagi pengalaman kepelatihannya sangat minim. Dia hanya melatih klub lokal Mandiyú dan Racing Club.
Tetapi, kendati sempat terseok-seok di babak kualifikasi untuk mendapat tiket World Cup South Afrika 2010, beberapa waktu lalu, pada laga pertama babak penyisihan Grup B yang bertanding melawan salah satu jagoan Afrika, yakni Nigeria yang ditayangkan secara langsung RCTI pada Sabtu (12/6) pukul 21.00 WIB, Maradona mampu membentuk permainan yang cantik melalui anak-anak asuhnya di Stadion Ellis Park, Johannesburg, Afrika Selatan.
Sebagian banyak mata di dunia dipastikan terkagum dengan kolaborasi yang cukup baik dari Lionel Messi, Gonzalo Gerardo Higuain, Carlos Teves, dan Juan Sbastian Veron. Dunia sangat puas dan berani membayar mahal atas pertandingan yang dipertunjukkan tim besutan Maradona ini. Terbukti, atas kerjasama yang baik, beck kiri Argentina Gabriel Hinze, berhasil menggoyang jaring tim Nigeria yang dijaga Vincent Enyeama, dengan tandukannya pada menit ke-6 awal pertandingan. Dan Messi dijuluki sebagai Man of The Mach pada pertandingan yang berakhir 1-0 untuk Argentina ini.
Saya memang tidak terlalu mengerti tentang lingkup persepakbolaan, terlebih di mancanegara. Karena itu, apabila tidak begitu sempurna dan ada yang ingin memberikan kritik, saya akan sangat terbuka dan lapang dada menerimanya. Sebab, kritik atau pemasukan dari luar diri saya, akan membuat saya mengetahui lebih jauh tentang apa saja yang sesungguhnya belum diketahui.
Namun di sini ingin saya katakan bahwa manajemen yang dilakukan Maradona ini patut menjadi pelajaran bagi semua pihak. Tidak hanya club sepak bola tanah air, perusahaan, bahkan pemerintahan pun patut belajar dari cara Maradona yang telah membentuk dan menempatkan setiap personal tim sepak bolanya sesuai dengan kapasitas yang dimiliki tiap pemain, sehingga sangat menarik ditonton dan hasil yang didapatnya cukup memuaskan.

Baperjakat Swasta
Mengapa pemerintah penting belajar dari cara manajemen Maradona? Jawabannya, karena pemerintahan, terutama di Banten, sudah menjadi rahasia umum bahwa penempatan pegawai hingga pimpinan di setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD), lebih banyak bukan karena kepentingan sosial sehingga mengedepankan kebijakan proporsional, tetapi atas pertimbangan politik. Badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan (baperjakat) atau tim resmi yang dibentuk pemerintah daerah untuk menempatkan pegawai di struktur kepengurusan kepemerintahan, lebih banyak tidak berfungsi untuk menentukan siapa yang mengisi jabatan strategis. Tetapi ada istilah “baperjakat swasta”, atau pihak lain di luar baperjakat resmi yang turut serta berperan strategis dalam menempatkan seseorang pada jabatan tertentu. Karena pertimbangannya lebih banyak karena politis, wal hasil penempatan pun tidak berdasarkan kompetensi yang sesuai dengan tempat tugasnya.
Misalnya, pejabat yang kompetensinya di pertambangan, justru ditempatkan di kelautan dan perikanan; pejabat yang sebenarnya sangat paham di bidang kehutanan, justru ditugaskan memimpin pariwisata. Idealnya, pejabat yang memiliki latar belakang kehutanan ya ditempatkan sebagai kepala dinas kehutanan. Tidak hanya itu, penempatan pegawai pun tidak sedikit yang berdasarkan like and dislike. Ini juga biasanya karena pejabat tersebut berseberangan secara politik dengan kepala daerah atau kroninya. Kalau membangkang kepala daerah, jangan heran jika tiba-tiba ada mutasi jabatan dan ditugaskan di tempat yang tidak berfungsi sama sekali. padahal pejabat tersebut berkompeten di bidang tertentu.
Cara penempatan pegawai seperti itu, tentu saja tidak akan membuahkan hasil pembangunan yang diharapkan masyarakatnya. Sebab, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Bukhori bahwa “Apabila
sesuatu urusan diberikan kepada bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya.”
Memang terbukti, beberapa daerah di Banten yang sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu, tidak mampu memberikan perubahan signifikan bagi masyarakatnya. Jalan masih banyak yang rusak, infrastruktur pendidikan juga banyak yang nyaris ambruk, pun demikian dengan sanitasi air, dan lingkungan yang buruk karena pencemaran. Di Banten juga sama, kendati sudah hampir 10 tahun berdiri, dan meski perubahannya ada, tetapi tidak signifikan. Dan yang pasti hingga kini masih banyak masyarakat Banten yang menganggur, miskin, bahkan masih banyak ditemukan penderita gizi buruk.
Infrastruktur jalan di Banten juga masih sangat banyak yang kerusakannya masuk pada kondisi memprihatinkan. Banyak teman berbicara bahwa kebijakan pembangunan juga dilihat dari sisi politik. Artinya kalau dekat dengan pemilukada pasti banyak infrastruktur jalan yang dibangun. Meski demikian, itu juga baik dari pada tidak sama sekali.

Pembangunan Dipolitisasi
Bahkan seorang teman di daerah wisata Carita berniat memasang spanduk yang memotong jalan obyek wisata Pantai Carita yang bertuliskan bahwa tidak akan memberikan hak pilih pada pemilihan Bupati Pandeglang tahun 2010 maupun Gubernur Banten nanti, jika kerusakan jalan tersebut tidak segera diperbaiki. Dari kalimat itu kita bisa melihat bahwa masyarakat akan mengancam secara politik, karena selama ini pembangunan juga selalu saja dimanfaatkan untuk memuluskan kepentingan politik pihak
tertentu.
Jika manajemen pemerintah daerah sudah seperti itu, maka patut belajar kepada Maradona. Maradona menempatkan Leonel Messi bukan karena suka atau tidak suka, tetapi tepat sesuai kompetensinya sebagai striker. Menempatkan Carlos Teves, dan Gonzalo Gerardo Higuaín, juga tepat untuk mendampingi Messi di lini depan. Beitupun di lini tengah dan belakang, semuanya sesuai dengan kompetensinya. Maradona juga melakukan itu untuk mengharumkan nama bangsanya, bukan untuk diri sendiri semata.
Kalau saja kepala daerah membentuk sinergitas pada setiap SKPD untuk konsisten menjalankan visi dan misinya, dan menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensinya tanpa dicampuradukan oleh kepentingan politik pribadi atau golongan tertentu, maka bukan hal mustahil bahwa kemajuan dan kesejahteraan akan dirasakan oleh rakyatnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar