Kamis, 01 Juli 2010

TDL Naik, Apindo Ancam Kurangi Karyawan

CILEGON – Kebijakan pemerintah yang menaikan tarif dasar listrik (TDL) untuk pelanggan dengan daya diatas 450 va hingga 900 va per 1 Juli 2010, dinilai memberatkan pelanggan kalangan dunia usaha. Karena dengan kenaikan tersebut perusahaan dipastikan memiliki beban biaya tambahan yang cukup berat.
Ketua Asosiasi Penguasa Indonesia (Apindo) Kabupaten Serang Mustofa mengatakan, Apindo tidak bisa melakukan unjuk rasa untuk menolak kebijakan pemerintah dalam menaikan TDL. Namun Apindo sudah berusaha memberitahukan kepada pemerintah terkait kesulitan-kesulitan yang pasti dialami dunia usaha jika keputusan kenaikan TDL dipaksakan tetap dinaikkan. Karena itu, yang bisa pengusaha lakukan adalah dengan terpaksa mengurangi jumlah karyawan.
“Kenaikan TDL sangat memberatkan. Kami mungkin terpaksa juga harus mengurangi karyawan untuk langkah efisiensi beban biaya yang dikeluarkan sebagai akibat kenaikan tersebut,” ujar Mustofa yang dihubungi, Kamis (1/7).
“Bisa dibayangkan, beban biaya produksi bertambah, gaji karyawan tinggi, dan penjualan hasil produksi justru mengecil. Dari pada bangkrut, yang kami lakukan tentu tidak lain terkecuali mengurangi pekerja untuk bisa bertahan. Itu pun pasti angka produksi akan menurun,” Mustofa menegaskan.
Selain itu, kata Mustofa, sebagai imbas dari kenaikan TDL ini, Apindo juga akan kembali mendesak pemerintah untuk menghapuskan politik damping yang artinya tidak boleh lagi diberlakukan di Inonesia, pengusaha luar negeri yang menjual hasil produk yang lebih murah dari yang dijualnya di Negara sendiri. “Seperti China. Mereka bisa menjual hasil produk lebih rendah di Indonesia dari pada hasil produksi dalam negeri. Sementara mereka menjual hasil produk di negaranya lebih tinggi. Pemerintah harus menghapuskan praktik politik damping semacam itu kalau ingin perusahaan dalam negeri bisa bertahan,” ujar Mustofa seraya mengatakan, penghapusan politik damping itu akan didesak agar dilakukan pada tanggal 17 Juli ini.
Pemerintah China menghapuskan beban pajak bagi pengusaha yang ingin menjual hasil produksinya di luar negeri, termasuk di Indonesia. Itu, kata Mustofa, yang membuat pengusaha China bisa bertahan. “Sementara di Indonesia, pemerintah justru banyak membebani pengusaha dalam negeri, salah satunya dengan menaikkan TDL,” Mustofa menegaskan.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua BIdang Kehumasan BPC Perhimpunan Hotel Indonesia (PHRI) Kabupaten Serang Agus Jaenal mengatakan, perngusaha perhotelan juga merasa berat dengan kebijakan kenaikkan TDL ini. Sebab, katanya, beban biaya yang akan dikeluarkan lebih tinggi dari pemasukan yang diterima, terlebih pariwisata tidak bisa berproduksi setiap hari. “Jelas memberatkanlah. Tapi mau bagaimana lagi,” ujar Agus.
Agus justru menyesalkan sikap PLN yang tidak konsisten karena di sekitar obyek wisata Pantai Anyer Rabu (30/6), atau sehari sebelum TDL ditetapkan, listrik padam sejak pagi hingga sore hari. “Paling kami hanya bisa melakukan efisiensi. Kalau menaikan tarif juga sulit, karena akan berpengaruh terhadap tingkat kunjungan,” ujar Agus.
Sekretaris BPC PHRI Kabupaten Serang Sukirman juga mengatakan hal serupa. Katanya, dalam waktu dekat PHRI akan berkumpul khusus untuk membahas kenaikan TDL ini. (oji)

Pendeteksi Bencana Masih Minim

CILEGON – Potensi bencana di Kota Cilegon dari mulai bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, hingga bencana industri kimia cukup besar. Namun demikian, alat pendeteksi keselamatan yang dimiliki Pemkot Cilegon masih terbilang minim.
Pengurus Kantor Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalop) alias Crisis Center Cilegon Rasmi Widyani, yang juga Kabid Pengendalian Lingkungan Hidup pada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Cilegon saat dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. Menurutnya pusdalop adalah organisasi yang bertanggung jawab sebagai pengelola informasi, sekaligus berfungsi sebagai pengendali koordinasi antara instansi dan lembaga, baik pemerintah maupun masyarakat untuk penanganan bencana di Cilegon. Di antaranya bertugas melakukan pengawasan proaktif terhadap status potensi bencana melalui alat pengawasan bencana dan sumber informasinya. “Kami akui memang alat pendeteksi bencana seperti CCTV (closed circuit television) dan sirine masih kurang, dan lebih banyak tentu lebih baik. Karena itu perlu juga kerjasama dari indsutri,” ujar Rasmi, Kamis (1/7).
Menurut Rasmi, untuk sirine saja idealnya perlu banyak dan ditempatkan disejumlah titik strategis dan saat ini baru dibangun dua unit yang bisa dikendalikan dari Pusdalop Cilegon dan terintegrasi dengan pusat pengendai tsunami di Cikarang Bekasi. Dua sirine itu dibangun di BCS Kecamatan Grogol, dan di dekat SMPN 9 Ciwandan. Sementara untuk CCTV baru ada satu dari 9 titik yang direncanakan. “Sirine berfungsi untuk peringatan ketika ada bencana industri maupun tsunami, sedangkan CCTV untuk memantau secara langsung kondisi industri. Sebab, apabila ada insiden di industri, baik kecil maupun besar bisa cepat ditanggapi,” tutur Rasmi.
Sebelumnya diberitakan, bencana industri kimia di Kota Cilegon patut diwaspadai. Tindakan kewaspadaan perlu dilakukan secara sinergis dan terkoordinasi.
Ketua CMA Chemical Manufactures Association (CMA) Utun Sutrisna menyebutkan, potensi ancaman bencana selalu ada. Karena itu, industri kimia perlu selalu mengurangi risiko aktivitas sekecil mungkin, misalnya dengan penerapan teknologi yang mendahulukan keamanan operasi, pelaksanaan prosedur kerja yang aman dan lainnya. (oji)

Rabu, 30 Juni 2010

Egosentris Wakil Rakyat

Oleh : Oji Faoji
Teringat ketika dalam perjalanan menggunakan taxi bersama keluarga dari Anyer Kabupaten Serang, menuju Menes Kabupaten Pandeglang, melalui jalur wisata Pantai Carita. Dari sekian banyak perbincangan yang tak berfokus dan sering berganti topik, tiba-tiba sopir mengatakan, “Jalan ini yang begini ini, karena ulah mobil itu tuh,” ujar sopir taxi, sebut saja Suhandi, kepada saya. Dengan spontan, mata saya pun tertuju pada sebuah mobil semi jeep warna hitam dengan nomor polisi bercat merah yang dimaksud sopir.
Saya berpkir tentang apa makna dibalik yang disampaikan pak sopir itu. Namun tidak lama kemudian, saya mulai menyadari bahwa yang dikemukakannya itu berupa sindiran.
Entah kepada siapa sindiran itu dialamatkan. Yang pasti, kendaraan berpelat nomor merah itu merupakan kendaraan inventaris bagi pejabat pemerintahan, baik eksekutif maupun legislatif.
Pak sopir taxi secara tiba-tiba melontarkan sindiran tersebut, karena mungkin merasa lelah mengendalikan kendaraannya di ruas jalan pariwisata yang sangat rusak parah, dan mungkin pantas jika ada yang menyebut jalan itu mirip kubangan kerbau. Saya mencoba menafsirkan kalimat pendek yang diungkapkan sopir yang membawa kami itu, seperti ini.
Dimana pemerintah dalam hal ini pejabat yang diberikan kepercayaan melaksanakan kegiatan pembangunan, termasuk jalan, tidak melaksanakan tugasnya secara optimal. Anggaran besar untuk alokasi pembangunan yang diambil dari hasil keringat rakyat melalui pajak dan retribusi sejumlah objek pun, disinyalir banyak yang tidak seutuhnya digunakan untuk kegiatan pembangunan. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak pihak yang memanfaatkan jabatannya hanya untuk mengkorupsi uang rakyat, melalui APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah).
Salah atau tidak penafsiran saya atas pernyataan pendek sopir taxi tadi, bukan merupakan persoalan. Karena yang menjadi persoalan sesungguhnya adalah bagaimana menghentikan praktik korupsi yang selama ini terus terkuak. Terlebih perilaku korupsi baru-baru ini kita ketahui, yang sudah menggurita di lembaga hukum, seperti kepolisian, pengadilan dan kehakiman. Ini sebuah fakta yang sungguh miris dan ironis.Wakil Rakyat Minta Mobil
Disini saya tidak ingin berbicara jauh tentang korupsi, tetapi lebih menyinggung pada sikap pejabat, dalam hal ini wakil rakyat yang mulai menunjukkan sikap egosentris dan ketidakjujuran kepada tuannya (rakyat). Satu di antara sikap egosentris itu ditunjukkan dengan banyak meminta fasilitas yang dibiayai oleh uang rakyat melalui APBD. Wakil rakyat atau anggota DPRD Provinsi Banten baru-baru ini sudah secara terang-terangan meminta untuk dibelikan fasilitas mobil dinas. Karena total anggota DPRD yang ada sebanyak 85 orang, jika semuanya mendapatkan mobil dengan harga Rp 150 juta-an saja, maka rakyat harus merogoh uangnya yang dititipkan melalui APBD Banten sebesar Rp 12,7 miliar. Hal itu sungguh ironis, terlebih seperti ditulis di media massa Banten Raya Post, halaman 5, edisi Rabu (12/5), seorang anggota DPRD Provinsi Banten mengatakan, seluruh anggota DPRD Banten layak mendapatkan fasilitas mobil dinas karena wilayah kerjanya yang luas. Selain itu, katanya, tidak ada yang salah dengan permintaan itu (mobil dinas), karena APBD Provinsi Banten sudah mencapai Rp 2 triliun. Anggota DPRD tersebut juga seperti iri terhadap pejabat eselon IV di Pemprov Banten yang sudah mendapat fasilitas mobil dinas.
Saya berpendapat, DPRD Banten telah lupa bahwa dana APBD itu bukan milik lembaga Provinsi Banten, tetapi merupakan titipan dari rakyat yang seharusnya digunakan untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan rakyat dan tidak untuk memenuhi kepentingan pribadi mereka.
Saya berani katakan wakil rakyat menunjukkan ketidakjujurannya kepada rakyat adalah ketika ingin dipilih pada masa kampanye. Dengan “merengek-rengek” minta simpati, calon wakil rakyat (mungkin termasuk yang saat ini sedang duduk di kursi DPRD) dipastikan sama sekali tidak pernah melontarkan kata-kata selain janji kepada rakyat bahwa ia akan pro kepada rakyat, mementingkan hak rakyat daripada kepentingan dirinya, dan kata-kata lain sejenisnya.
Ketika masih menjadi calon, wakil rakyat pasti berat mengatakan bahwa setelah jadi nanti, ia akan meminta sejumlah fasilitas yang menjadi haknya sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk mobil dinas, sejumlah pakaian yang nilainya jutaan rupiah per set, tunjangan komunikasi, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan, dan lain-lain.
DPRD Kabupaten Serang juga sama. Kini empat pimpinan akan mendapat mobil baru. Dan ironisnya, keempatnya mendisposisikan untuk dibelikan Honda CRV sebagai kendaraan dinas mereka. Setelah diketahui, Honda CRV ini merupakan mobil termahal dari dua pilihan lain yang diajukan panitia, yakni Suzuki Grand Vitara, dan Nissan Xtrail. Tidak tanggung-tanggung, dana yang harus disediakan untuk pembelian 4 mobil itu Rp 1,5 miliar. Padahal tiga pimpinan, yakni ketua DPRD masih menggunakan Toyota Camry dan dua wakilnya menggunakan Toyota Altis. Mereka ingin mobil sedan mewah itu diganti, dengan alasan sudah tua. Padahal menurut kabar, baru dibeli sekitar 5 atau 6 tahun lalu dan kondisinya juga masih mulus, meskipun warisan pimpinan DPRD periode sebelumnya. Untuk satu wakil ketua memang dinilai pantas karena sama sekali belum menggunakan fasilitas mobil dinas.
Sejumlah protes yang dilayangkan masyarakat, baik melalui unjuk rasa, maupun dialog langsung, tidak ditanggapi. Dan justru rencana pembelian mobil dinas tersebut dalam proses, dan menunggu selesai balik nomor kendaraan, dari umum, menjadi milik pemerintah (plat merah).
Saya melihat sangat wajar jika masyarakat termasuk elemen mahasiswa melayangkan penolakan, karena sejumlah infrastruktur, sarana dan prasarana yang ada, seperti jalan, jembatan, pendidikan, dan kesehatan, masih carut marut dan membutuhkan dana besar untuk menanggulanginya.
Untuk Provinsi Banten misalnya, di sana sini masih banyak ruas jalan, jembatan dan irigasi, yang menjadi kewenangan provinsi dalam hal pemeliharaan, perbaikan, maupun pembangunannya, dikeluhkan masyarakat, seperti Jalan Cikande-Rangkasbitung, jalur wisata Cilegon-Carita (yang disinggung sopir taxi di atas), dan lain sebagainya. Menurut saya, mestinya DPRD belum dulu banyak meminta, sebelum memberikan yang rakyat harapkan, terlebih kinerjanya hingga kini belum genap satu tahun. Artinya, keberpihakan untuk rakyatnya juga belum terlihat maksimal.
Kemudian untuk di Kabupaten Serang. Saat ini seluruh stakeholder pendidikan bingung menyikapi tentang masih banyaknya ruang kelas yang rusak. Belum lagi sekolah dasar (SD) yang kurang memiliki ruang kelas (yang seharusnya 6 kelas hanya ada 3 kelas, atau 4 kelas).
Seperti di SDN Babakan Masjid, Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang, 163 siswanya dari kelas 1 hingga kelas 6, belajar di tiga kelas yang sama, dengan cara setiap kelas disekat dan diisi siswa kelas 1 dan 2, dan begitu seterusnya, termasuk kelas 5 dan kelas 6. Bagaimana akan terbentuk generasi berprestasi jika sarana pendidikan yang mereka rasakan tidak ideal. Dan berdasarkan catatan bahwa masih ada 443 sekolah dasar yang mengalami kekurangan ruang kelas. Total kekurangan dari jumlah SD tersebut, sebanyak 459 ruang kelas.
Kondisi buruk yang dialamai stake holder pendidikan di semua daerah yang masih memiliki bangunan sekolah rusak, tahun ini adalah dana alokasi khusus (DAK) yang biasanya ditetapkan pemerintah pusat bisa untuk rehab SD, kini tidak. Alokasi DAK tahun ini untuk membuat gedung perpustakaan, dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, dan untuk pengembangan IT. Pertanyaannya kemudian, dari mana dana untuk membangun ruang kelas yang kurang dan merehab ruang kelas yang rusak? Hingga kini tidak ada jawaban yang memuaskan. Siswa dan guru yang belajar dan mengajarnya masih di bangunan rusak, harus bersabar hingga mungkin bangunan sekolah ambruk karena kondisi kerusakannya teramat parah, karena APBD Pemkab Serang minim, pemprov tidak memberikan bantuan rehab SD, progam DAK juga bukan untuk itu.
Kalau saja wakil rakyat baik Provinsi Banten maupuan Kabupaten Serang mau bersabar untuk tidak dulu mengalokasikan dana untuk membeli atau mengganti mobil dinas, tetapi dialokasikan untuk bangunan SD, maka berapa ratus gedung SD yang bisa dibangun jika dana pembelian mobil dinas DPRD Rp 12, 7 miliar (semisal tersebut di atas), ditambah dana penggantian mobil pimpinan DPRD Kabupaten Serang Rp sebesar 1,5 miliar. Namun saya tidak yakin mereka (DPRD) mau melakukan itu. Minimal mereka beralasan, sudah tanggung teralokasikan dalam APBD. (*)

Romi & Solidaritas Sahabatnya

Oleh: Oji Faoji
Pada Sabtu 10 April siang lalu, tepatnya setelah jam sekolah selesai, Muhammad Romi, siswa SMPN 2 Anyer, Kabupaten Serang, Banten, keluar dari pintu gerbang sekolahnya yang terletak di Desa Kosambironyok, Kecamatan Anyer. Tidak seperti anak kebanyakan, Romi, putra ke-4 (satu-satunya laki-laki) dari 5 bersaudara, pasangan Asmadi dan Arnati, warga Kampung Baru, Desa Kosambironyok, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang ini, justru digendong teman sekelasnya Agus Setiawan. dan setelah saya ikuti, ternyata Agus secara bergantian dengan Yayan Oktoviani sahabat sekelas lainnya, menggendong Romi dengan berjalan kaki yang jarak dari sekolah ke rumah Romi sekitar 4 kilometer. Cukup jauh, dan pastinya melelahkan untuk Agus dan Yayan.
Mengapa Romi harus digendong? Sedikit saya jelaskan.
Romi kini berusia 14 tahun. Sejak lahir ia sama sekali tidak bisa berjalan. Romi hanya mampu menempuh jarak yang sangat pendek dengan cara merangkak. Ini karena, Romi memiliki kelemahan fisik alias penyandang tuna daksa yang hanya mampu beraktivitas normal dengan tangan kanannya saja, karena kaki kirinya tidak ada, dan tangan kiri dan kaki kanannya lumpuh layu sejak lahir.
Tetapi dengan kondisinya yang sangat lemah itu, ada semangat yang terberuncah dalam dirinya untuk tetap mendapatkan pendidikan formal hingga kini duduk di kelas 1 SMPN 2 Anyer. Di kelasnya, Romi termasuk siswa berprestasi, karena ketekunannya belajar dan motivasinya untuk cerdas. Ia ingin kecerdasannya melebihi kawan-kawannya yang memiliki fisik normal.
Bukan hal mudah untuk Romi bisa mendapatkan pendidikan formal, karena Ibunya Arnati sempat tidak memperbolehkan Romi bersekolah, karena khawatir psikologinya terganggu jika kelak jadi bahan ledekan teman-teman sekelasnya. Romi justru berontak. Ia menangis karena ingin tetap melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi, dan tidak merasa puas jika hanya lulus di bangku sekolah dasar yang terletak di sekitar kediamannya.
Apa yang disebutkan di atas merupakan hasil wawancara dan pendalaman informasi tentang Romi dari sahabat sekelasnya, keluarganya, termasuk dari Kepala SMPN 2 Anyer Syahrudin Hasibuan.
Bahkan Hasibuan, panggilan akrab Syahrudin Hasibuan, Romi sangat peka. Ini diketahui ketika ia menginstruksikan langsung kepada siswanya untuk melakukan bersih-bersih lingkungan di hari Jumat. “Saya lihat, yang paling lebih dulu mengikuti ajakan saya adalah Romi. Ia cepat turun dari kursi yang didudukinya, kemudian merangkak ke luar kelas dan mengambil sampah-sampah yang berserakan untuk dipindahkan ke tempatnya. Saya sempat meneteskan air mata dengan jiwa besar Romi,” ujar Hasibuan belum lama ini.
Ini juga yang kemudian membuat Hasibuan merasa perlu menginformasikan tentang semangat belajar seorang Romi kepada halayak, guna mendapat perhatian semua pihak, terutama pemerintah dan kalangan berpunya, agar meski dengan kondisi fisik yang terlalu banyak kelemahan, Romi tetap bisa mendapatkan pendidikan hingga tingkat lebih tinggi.
Seharusnya, semangat Romi ini menginspirasi kita, terutama generasi muda di bawah atau di atas usianya, akan pentingnya belajar, mendapatkan pendidikan, dan pantang berputus asa, meski secara kasat mata (maaf) tidak ada yang diharapkan dari Romi yang demikian. Ternyata tidak, seorang Romi merasa sangat yakin memiliki harapan hidup ke depan untuk menjadi anak berguna. Dengan ketekunan dan kecerdasannya, mungkin kelak ia salah satu profesor terkemuka tidak hanya mashur di Indonesia, tetapi juga di dunia. Amin.

Arti Solidaritas Sahabat
Ada banyak hal yang patut memotivasi kita dari kisah nyata yang dialami Romi. Selain semangatnya yang menggunung dan tahan banting, ada juga arti solidaritas yang sulit ditemukan di dunia (pada jaman sekarang ini) dari dua sahabat sekelasnya, yaitu Agus dan Yayan.
Seperti pernah disinggung di atas, Agus dan Yayan rela mengorbankan dirinya hanya untuk mendampingi Romi. Bukan hanya mendampingi, tetapi memberikan tumpangan layaknya sarana transportasi. Tumpangan yang dimaksud, keduanya rela menggendong secara bergantian setiap hari dengan jarak dari rumah Romi ke sekolahnya berjarak sekitar 4 kilometer secara gratis dan tanpa pamrih. Ini adalah “tontotan” inspiratif yang menyiratkan tentang pentingnya arti solidaritas dan keikhlasan. Terlebih Agus, ia menggendong Romi sejak mereka sama-sama duduk di bangku sekolah dasar. Artinya hingga sekarang, Agus sudah 7 tahun menggendong Romi, tanpa imbal balik apapun. “Saya ikhlas melakukannya, karena Romi ingin sekolah,” tutur Agus, ketika saya tanya, belum lama ini.

Pelajaran Berharga & Bernilai
Kisah Romi dan sahabatnya (Agus dan Yayan), sekali lagi harus menjadi pelajaran berharga bagi kita. Karena mencari sosok yang sama dengan ketiganya tidak gampang di era globalisasi seperti sekarang ini, dimana setiap diri cenderung senang dengan sendirinya dan apatis terhadap orang lain. Perilaku individualisme secara perlahan sudah menjadi budaya dan sulit untuk dicerabut, karena kadung mengakar kuat.
Atas kegigihan Romi menimba ilmu, dan keikhlasan dua sahabatnya menghantarkan Romi untuk meraih mimpi-mimpinya menjadi seorang cerdas, membuat ketiganya menjadi bernilai. Hingga Kamis (13/5) lalu, bantuan untuk ketiganya terus mengalir.
Pertama unit kegiatan mahasiswa (UKM) KRR PMI Universitas Tirtayasa memberikan bantuan Rp 1,5 juta untuk kelanjutan pendidikan Romi, dan perangkat sekolah untuk ketiganya; kemudian dermawan Malaysia mengirimkan sebuah laptop (komputer jinjing) untuk Romi, agar tangan kanannya yang masih berfungsi bisa mengenalkan dirinya akan teknologi dan informasi. Diterangkan Hasibuan, bantuan terus mengalir, baik dari perusahaan yang ada di sekitar Anyer, donatur yang tidak ingin disebutkan namanya, termasuk dari anggota DPRD Kabupaten Serang yang membangun solidaritas di kalangannya dengan mengumpulkan uang secara kolektif untuk Romi dan sahabatnya. Total dana yang dapat dikumpulkan wakil rakyat itu Rp 2.682.000 dan dari Pemkab Serang melalui Bagian Kesra Kabupaten Serang Rp 2,5 juta. Uang sebesar itu dibagi tiga, yakni untuk Romi Rp 3.682.000 dan untuk dua sahabatnya Rp 1,5 juta, atau masing-masing Rp 750 ribu. Dana itu untuk tabungan pendidikan mereka kelak. Kemudian seorang dokter dari Jakarta juga mengirimkan kursi roda buat Romi. Hanya saja kursi tersebut belum bisa digunakan, karena jalan menuju rumah Romi menanjak dan menurun, sementara di sekolahnya juga tidak mendukung, karena arealnya masih tanah dan belum difasilitasi paving blok.
Terakhir, karena kisah Romi dan sahabatnya ini dinilai sangat inspiratif, Gol A Gong (penulis ternama), dan rekannya ingin mengambil ceritanya menjadi sebuah film yang harapannya mungkin bisa memotivasi generasi muda yang saat ini lebih senang dengan hiruk-pikuk kehidupan yang kurang bermakna untuk lebih baik lagi. (*)

Pintu Perlintasan KA Banyak yang Rusak

CILEGON – Pengguna jalan perlu berhati-hati saat melalui jalur perlintasi kereta api. Ini terjadi karena selain banyak jalur lintasan yang belum memiliki palang pintu, yang terdapat palang pintu pun kondisinya banyak yang sudah rusak dan tidak terawat.
Berdasarkan pantauan, jalur lintasan kereta api di Lingkungan Ketileng, Kelurahan Jombang Wetan, Kecamatan Jombang, tidak memiliki pintu rel kereta api sama sekali. Kondisi serupa juga terlihat di kawasan Pelabuhan Merak, padahal kawasan tersebut termasuk jalur lalu lintas padat.
Warga Lingkungan Ketileng, Wahyu (33), yang juga pemilik bengkel di sekitar perlintasan kereta Ketileng mengatakan, jalur perlintasan terebut pernah memakan banyak korban. Pada tahun 2009, kata wahyu, ia menyaksikan beberapa kendaraan yang tertabrak hingga pengendaranya tewas saat melintasi pintu rel kereta api tersebut.
“Seingat saya sudah ada dua mobil dan beberapa motor yang tertabrak kereta api tahun lalu. Rata-rata tewas,” kata Wahyu.
Dia menambahkan, kebanyakan kecelakaan terjadi akibat pengendara motor dan mobil tidak mengengetahui akan adanya kereta yang akan melintas.
Sementara itu saat dikonfirmasi, Kepala stasiun PT Kereta Api Indonesia (KAI) Cilegon Rahmat Gunadi mengakui bahwa pintu-pintu kereta api yang rusak hingga kini belum diperbaiki. “Pintu rel masih rusak karena pihak PT KA belum memiliki badan usaha khusus menangani kerusakan sarana dan prasarana. Ketika perusahaan belum memiliki badan usaha tersebut, maka yang bertanggung jawab dalam pemeliharaannya adalah oleh pemerintah daerah,” kata Rahmat.
Terpisah, Kanitlakalantas Polres Cilegon Ipda Andhika Aris Prasetio mengatakan, pihaknya sudah beberapa kali menyurati pihak Pemkot Cilegon untuk memasang dan memperbaiki pintu kereta yang rusak. “Kami juga telah memasangkan rambu hati-hati di beberapa perlintasan kereta api yang dianggap rawan kecelakan,” ujarnya. (oji)

Waspadai Bencana Industri Kimia


CILEGON – Bencana industri kimia di Kota Cilegon patut diwaspadai. Tindakan kewaspadaan perlu dilakukan secara sinergis dan terkoordinasi. Demikian terungkap dalam workshop Crisis Center Industri Cilegon di Aula Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Cilegon, Rabu (30/6).
Hadir sebagai peserta, dari unsur aparat kepolisian, TNI, petugas pemadam kebakaran, Satpol PP, Tagana, palang merah Indonesia (PMI), perwakilan perusahaan dan instansi terkait.
Utun Sutrisna salah satu narasumber dari CMA Chemical Manufactures Association (CMA) menyebutkan sejumlah aktivitas yang bisa berbahaya dan menyebabkan bencana industri kimia, di antaranya saat bongkar muat bahan mengandung berbahaya dan beracun (B3); penyimpanan B3 ribuan ton bahan kimia di lokasi penimbunan seperti pabrik, terhadap kejadian alam seperti banjir, kebakaran, atau gempa bumi sebagai dampak dari letusan gunung berapi; dan proses produksi saat terjadi gangguan supply energy, saat terjadi gempa/tsunami. “Potensi ancaman bencana selalu ada. Karena itu, pabrik kimia perlu selalu mengurangi risiko aktivitas sekecil mungkin, misalnya dengan penerapan teknologi yang mendahulukan keamanan operasi, pelaksanaan prosedur kerja yang aman dan lainnya,” ujar Utun.
Jika terjadi gempa, kata Utun, masyarakat jangan sekali-kali mendekati pabrik dengan alasan apapun, dan jika tercium bau gas atau terlihat adanya penyebaran gas, gunakan kain basah untuk menutupi hidung, setelah itu mengungsi ke tempat aman. “Bila terjadi tsunami, masyarakat dilarang keras memasuki daerah rendaman atau kawasan pabrik kimia, tanpa kawalan otoritas,” tutur Utun seraya menambahkan, kimia sangat berbahaya karena baik cairan maupun gas menimbulkan ledakan, dan membuat iritasi.
Mewakili Kantor Pusat Pengendali Operasi (Kapusdalop) Rasmi Widyani, yang juga Kabid Pengendalian Lingkungan Hidup pada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Cilegon mengatakan, kapusdalop adalah organisasi yang bertanggung jawab sebagai pengelola informasi, sekaligus berfungsi sebagai pengendali koordinasi antara instansi dan lembaga, baik pemerintah maupun masyarakat untuk penanganan bencana di Cilegon. “Di antaranya bertugas melakukan pengawasan proaktif terhadap status potensi bencana melalui alat pengawasan bencana dan sumber informasinya. Kami juga telah memasang CCTV dan sirine sebagai langkah antisipatif, meskipun masih belum lengkap,” ujar Rasmi yang juga mengatakan bencana industri kimia cukup berbahaya. (oji)

Investor Spekulan Diakui Ada di Cilegon

CILEGON – Sebagai daerah yang memiliki kawasan industri, Pemkot Cilegon perlu berhati-hati dengan investor spekulan, atau pihak yang hanya berspekluasi untuk mendapat keuntungan diluar investasi yang ditanam. Misalnya investor membuat permohonan perizinan untuk mendirikan pabrik tertentu, tetapi pada perjalanannya tanpa ada realisasi dan membiarkan tanahnya kosong. Tanah kosong itu justru dijadikan jaminan untuk mendapatkan sejumlah uang kepada perbankan.
Kepala Seksi Fasilitasi dan Pengendalian pada Kantor Penanaman Modal (KPM) Kota Cilegon Hari Talman membenarkan adanya investor spekulan seperti tersebut di atas.
“Memang benar, ada juga investor spekulan. Mereka mendapatkan keuntungan bukan karena hasil usaha berupa pembangunan perusahaan hingga berproduksi, tetapi lahan yang dikuasainya itu digunakan untuk jaminan meminjam sejumlah uang kepada perbankan. Nilainya bisa mencapai miliaran rupiah dan bisa melebihi penguasaan atas lahan yang dimohonkan,” ujar Hari, tanpa merinci jumlahnya, Rabu (30/6).
Ketika itu, Hari yang mewakili Kepala KPM Nur Fatmah ditanya terkait perusahaan yang berencana membuat perusahaan, tetapi dalam jangka waktu yang panjang lahan yang dikuasainya ditinggalkan begitu saja, sehingga menjadi lahan tidur. Cilegon, imbuh Hari, memiliki kawasan industri yang menjadi primadona bagi investor. Dari yang spekulan itu, banyak juga yang benar-benar merealisasikan usahanya sehingga menambah pendapatan daerah dan meningkatkan jumlah pekerja. “Kalau investor spekulan, bukan hanya warga dan pemerintah yang dirugikan karena kehilangan potensi pendapatan daerah. Perbankan bisa lebih dirugikan lagi, karena biasanya investor spekulan itu akhirnya sulit dideteksi dan hanya meninggalkan lahan yang dikuasainya.”
Untuk mengantisipasinya, imbuh Hari, pihaknya pasti melayangkan surat teguran kepada investor yang belum beraktivitas selama 3 tahun, kemudian diberikan kesempatan 1 tahun untuk benar-benar merealisasikannya. “Tetapi jika tidak juga, kami hentikan segala proses perizinannya,” ujar Hari.
Disinggung terkait telah adanya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar, Hari mengaku bersyukur.
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Cilegon Akhmad Junaidi Baqo mendukung upaya pemerintah yang akan menertibkan lahan industi yang telantar, hingga bisa dikuasai negara, dengan alasan terdapat investor yang membiarkan lahannya kosong di kawasan industri yang berpotensi menambah pendapatan daerah, menekan angka pengangguran, dan mengembangkan perekonomian di Kota Cilegon. (oji)

Selasa, 29 Juni 2010

Awalnya Takut pada Pengamen dan Menghormati Pejabat

Oleh: Oji Faoji

Pengamen seperti jahat
Sebagian besar orang pasti mengetahui apa itu pengamen. Meskipun jawabannya beragam ketika ditanya tentang pengertiannya, tetapi semua sepakat bahwa pengamen adalah seseorang atau sekelompok orang yang mencari nafkah dengan kemampuannya bernyanyi dan atau memainkan alat musik. Alat musiknya bisa gitar saja, suling saja, ukulele (gitar kecil dengan 4 senar), drum atau bongo (alat musik yang ditabuh) saja, biola saja, atau perpaduan dari seluruh alat musik tersebut.
Berbeda dengan artis, baik penyanyanyi solo, maupun grup band, pengamen cenderung lebih banyak menjual jasanya itu dari toko ke toko, restoran ke restoran, kereta ke kereta, hingga dari mobil umum ke mobil umum. Dan pendapatannya juga berbeda. Jika artis bisa jutaan rupiah sekali manggung, kalau pengamen, dapat Rp 100 ribu saja itu sangat beruntung. Belum lagi setigma buruk yang seolah melekat atau dilekatkan kepada mereka (pengamen).
Seperti misalnya, ketika kita sendiri di sebuah bus angkutan umum, tiba-tiba naik pengamen, terlebih bergerombol. Kontan pemikiran bahwa akan ada sesuatu yang terjadi, satu di antaranya adalah hilang harta benda penumpang bus, karena pengamen jalanan terkenal dengan kekerasan dan mahir memindahkan barang milik orang lain ke tangannya. Terlebih pengamen biasanya berpenampilan “arogan”, seperti rambut gondrong, pakai celana bolong, beranting, dan bertato. Citera kriminalnya sangat lekat.
Tetapi, Sabtu (5/6) lalu, saya merasakan kenyamanan dengan kehadiran pengamen, meskipun awalnya takut dan khawatir. Ketakutan dan kekhawatiran itu juga saya lihat di beberapa penumpang yang duduknya kebetulan bersebalahan, karena sama-sama menuju Tanjung Priuk, Jakarta. Pengamen itu, naik dari Kebon Jeruk. Ia berambut gondrong, bertato, celananya bolong, atau persisi seperti disebuktkan di atas.
Tidak disangka, ternyata lagu yang dinyanyikannya adalah agamis dan mengingatkan seluruh penumpang agar dekat dengan Allah. Spontan kekhawatiran itupun pupus oleh lirik-lirik yang cukup menyentuh hati. Nadanya memang mengambil dari lagu almarhum Mbah Surip yang berjudul “Bangun lagi, tidur lagi”. Si pengamen mengganti lirik lagu tersebut, kurang lebih seperti ini. “Bangun tidur ingat Allah! mau tidur ingat Allah! banguuuun.. ingat Allah. Mau makan, ingat Allah! mau minum ingat Allah! Mau kerjaaaaa, ingat Allah!”.
Selain menyanyikan lagu tersebut, si pengamen yang hanya sendiri dan dengan satu alat musik ukulele, membuat para penumpang merasa nyaman. Terlebih, di sela lagu saat instrumen mengalun, ia menyisipkan puisi yang berisi seruan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Ia juga mengajak para penumpang untuk banyak beramal. “Kita tahu bahwa hitungan matematik Allah kepada yang bersedekah, berbeda dengan hitungan kita. Kalau kita memberi satu harus kembali satu, tetapi Allah memberikan sepuluh kali lipatan dari satu yang diberikan dermawan kepada dhuafa. Karena pasti akan mendapat gantinya dari yang tidak disangka-sangka, yang penting ikhlas,” kata pengamen itu. Ia kemudian melanjutkan. “Menurut para kiyai, orang kaya yang dermawan itu disukai Allah, akan tetapi orang yang belum kaya tetapi suka mendermakan hartanya untuk dhuafa, itu akan lebih dicintai Allah. Maka bersedekahlah untuk kebaikan hidup di masa yang akan datang,” katanya menambahkan.
Saya sangat mengambil pelajaran atas keadaan itu, yaitu tidak buru-buru berprasangka buruk terhadap seseorang, dan tidak mengandalkan prasangka untuk menentukan sesuatu kebenaaran. Sebab, pengamen yang disangka jahat, ternyata sangat baik.

Pejabat terhormat
Sedangkan terhadap para pejabat, baik pejabat publik (menjadi pejabat yang ditentukan oleh publik, seperti anggota DPRD dan kepala daerah), maupun pejabat negara (pejabat yang ditentukan oleh prosedur tetap pemerintah, seperti kepala dinas, hingga camat, dan kepala bagian/bidang, hingga kepala sub bagian/bidang, atau dari PNS), saya termasuk yang kagum dan sangat menghormati mereka. Karena selalu berpakaian rapih (berseragam), dan berisi orang-orang pinter (akademik).
Kekaguman terhadap pejabat puncaknya pernah saya rasakan ketika usia SLTP, setelah melihat penyambutan yang dilakukan masyarakat yang kedatangan tersebut, bak menyambut Dewa, dengan berbagai upacara yang cukup luar biasa.
Tetapi entah mengapa rasa kagun dan sangat hormat itu kemudian pudar dan justru berbalik menjadi sesal. Ini setelah terungkap di media massa bahwa pejabat publik (DPRD), lebih banyak menuntut daripada berbuat untuk rakyat. Menuntut ingin dapat mobil, ganti mobil, tambahan honor, dan sering melakukan pengawasan alakadarnya. Menyusun peraturan daerah (perda) banyak, tetapi sulit diimplementasikan dan cenderung asal. Banyak perda yang biaya pembuatan per satunya mencapai ratusan juta, digugurkan pemerintah pusat oleh karena alasan tertentu, seperti alasan yuridis yang kurang lengkap dan salah dipahami. Kemudian tidak sedikit juga perda yang harus direvisi bukan karena disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang baru, akan tetapi karena ada poin yang belum dimasukkan pada saat pembahasan, karena luput. Padahal, baik membuat maupun merevisi perda, harganya tetap ratusan juta rupiah, dan itu dananya milik rakyat yang dititipkan dalam APBD. Terlebih lagi perdanya tidak jilanakna pemerintah daerah.
Yang paling menarik adalah, baik membuat atau merevisi perda, ada sesi kunjungan kerja (kungker) atau studi banding ke luar daerah dengan dalih mendapat informasi dari daerah yang sudah memiliki perda yang sedang dibahas tersebut. Biasanya para pejabat publik dalam rapatnya, lebih memilih daerah yang memiliki obyek wisata yang cukup sebagai daerah tujuan studi banding. Yang lebih sering kita dengar ke Bali. Padahal, untuk langkah efektif dan efisien, di zaman serba canggih seperti sekarang ini, mendapatkan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan yang akan dibahas dalam perda sangat mudah, yakni bisa melalui dunia maya alias akses intenet. Jika alasannya tidak bisa interaksi langsung, itu salah. Sebab, melalui internet juga bisa berinteraksi dan sangat efektif. Sayangnya ketentuan di atasnya (undang-undang, peraturan pemererintah, dan peraturan menteri) juga mendukung kebijakan studi banding itu.
Tidak hanya itu, rapat anggaran juga lebih sering dilakukan di hotel dengan alasan ingin lebih fokus.
Sementara pejabat negara, tidak sedikit yang instansinya tidak memiliki blue print (cetak biru) yang menunjukkan keseriusan kerja. Ada juga yang memilih kegiatannya tidak langsung mengkaryakan masyarakat dan senang dengan copy paste kegiatan tahun sebelumnya, yakni menggelar sosialisasi, atau sejenisnya. Artinya, dana APBD bukan untuk menggairahkan masyarakat, tetapi lebih banyak menggairahkan diri dan lingkungan instansinya sendiri. Kegiatan itu wajar dipilih karena honor dan SPPD (surat perintah perjalanan dinas)-nya juga sangat lumayan.
Namun tidak sedikit memang pejabat yang serius dengan kerja dan berorientasi untuk kemakmuran masyarakatnya. Jangan lupa, pejabat seperti ini patut dihormati dan saya sangat mengaguminya.
Ini juga menjadi pelajaran bahwa yang disangka baik belum tentu baik, karena yang menentukan baiknya seseorang atau kelompok adalah perilakunya tadi.

Ada benang merah
Dengan hal yang ditunjukkan pengamen dan pejabat di atas, ada benang merah yang patut menjadi perhatian, yaitu di mana-mana pasti ada orang baik dan orang tidak baik, melihatnya tidak dengan perasangka, tetapi dengan memerhatikan perilakunya.
Artinya disemua tempat dan profesi, pasti ada keduanya. Tukang ojek ada yang baik ada yang jahat, sopir, pengamen, pedagang, guru, perawat, bidan, dokter, insinyur, pegawai bank, wakil rakyat, kepala daerah, termasuk wartawan, juga ada yang jahat dan ada yang baik. Karena itu perlu teliti!
Mohon maaf kepada teman kami para pengamen, dan kepada para pejabat diharapakan tidak tersinggung jika tidak melakukan yang disebutkan di atas. (*)

Belajar dari Maradona


Oleh: Oji Faoji
Siapa yang tidak kenal dengan Maradona, atau lengkapnya Diego Armando Maradona. Timnas Argentina yang dijuluki “The God Hand” ini, atau saat melakukan gol tangan Tuhan yang terjadi 22 Juni 1986 di Estadio Azteca, Mexico City itu, kini tampil lagi di layar kaca dan aksinya menarik perhatian jutaan mata di dunia, termasuk di Indonesia. Namun, kini pesepak bola legendaris itu bukan tampil sebagai straiker, seperti penampilan gemilangnya pada tahun 80-an, tetapi dipercaya oleh negaranya sebagai pelatih timnas Argentina, menggantikan pelatih sebelumnya Alfio Basile pada 2008. Penunjukkan Maradona sebagai pelatih tim Tango ini memang menuai banyak kontroversi. Maklum Maradona dikenal sebagai pemain hebat bukannya pelatih cemerlang. Apalagi pengalaman kepelatihannya sangat minim. Dia hanya melatih klub lokal Mandiyú dan Racing Club.
Tetapi, kendati sempat terseok-seok di babak kualifikasi untuk mendapat tiket World Cup South Afrika 2010, beberapa waktu lalu, pada laga pertama babak penyisihan Grup B yang bertanding melawan salah satu jagoan Afrika, yakni Nigeria yang ditayangkan secara langsung RCTI pada Sabtu (12/6) pukul 21.00 WIB, Maradona mampu membentuk permainan yang cantik melalui anak-anak asuhnya di Stadion Ellis Park, Johannesburg, Afrika Selatan.
Sebagian banyak mata di dunia dipastikan terkagum dengan kolaborasi yang cukup baik dari Lionel Messi, Gonzalo Gerardo Higuain, Carlos Teves, dan Juan Sbastian Veron. Dunia sangat puas dan berani membayar mahal atas pertandingan yang dipertunjukkan tim besutan Maradona ini. Terbukti, atas kerjasama yang baik, beck kiri Argentina Gabriel Hinze, berhasil menggoyang jaring tim Nigeria yang dijaga Vincent Enyeama, dengan tandukannya pada menit ke-6 awal pertandingan. Dan Messi dijuluki sebagai Man of The Mach pada pertandingan yang berakhir 1-0 untuk Argentina ini.
Saya memang tidak terlalu mengerti tentang lingkup persepakbolaan, terlebih di mancanegara. Karena itu, apabila tidak begitu sempurna dan ada yang ingin memberikan kritik, saya akan sangat terbuka dan lapang dada menerimanya. Sebab, kritik atau pemasukan dari luar diri saya, akan membuat saya mengetahui lebih jauh tentang apa saja yang sesungguhnya belum diketahui.
Namun di sini ingin saya katakan bahwa manajemen yang dilakukan Maradona ini patut menjadi pelajaran bagi semua pihak. Tidak hanya club sepak bola tanah air, perusahaan, bahkan pemerintahan pun patut belajar dari cara Maradona yang telah membentuk dan menempatkan setiap personal tim sepak bolanya sesuai dengan kapasitas yang dimiliki tiap pemain, sehingga sangat menarik ditonton dan hasil yang didapatnya cukup memuaskan.

Baperjakat Swasta
Mengapa pemerintah penting belajar dari cara manajemen Maradona? Jawabannya, karena pemerintahan, terutama di Banten, sudah menjadi rahasia umum bahwa penempatan pegawai hingga pimpinan di setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD), lebih banyak bukan karena kepentingan sosial sehingga mengedepankan kebijakan proporsional, tetapi atas pertimbangan politik. Badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan (baperjakat) atau tim resmi yang dibentuk pemerintah daerah untuk menempatkan pegawai di struktur kepengurusan kepemerintahan, lebih banyak tidak berfungsi untuk menentukan siapa yang mengisi jabatan strategis. Tetapi ada istilah “baperjakat swasta”, atau pihak lain di luar baperjakat resmi yang turut serta berperan strategis dalam menempatkan seseorang pada jabatan tertentu. Karena pertimbangannya lebih banyak karena politis, wal hasil penempatan pun tidak berdasarkan kompetensi yang sesuai dengan tempat tugasnya.
Misalnya, pejabat yang kompetensinya di pertambangan, justru ditempatkan di kelautan dan perikanan; pejabat yang sebenarnya sangat paham di bidang kehutanan, justru ditugaskan memimpin pariwisata. Idealnya, pejabat yang memiliki latar belakang kehutanan ya ditempatkan sebagai kepala dinas kehutanan. Tidak hanya itu, penempatan pegawai pun tidak sedikit yang berdasarkan like and dislike. Ini juga biasanya karena pejabat tersebut berseberangan secara politik dengan kepala daerah atau kroninya. Kalau membangkang kepala daerah, jangan heran jika tiba-tiba ada mutasi jabatan dan ditugaskan di tempat yang tidak berfungsi sama sekali. padahal pejabat tersebut berkompeten di bidang tertentu.
Cara penempatan pegawai seperti itu, tentu saja tidak akan membuahkan hasil pembangunan yang diharapkan masyarakatnya. Sebab, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Bukhori bahwa “Apabila
sesuatu urusan diberikan kepada bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya.”
Memang terbukti, beberapa daerah di Banten yang sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu, tidak mampu memberikan perubahan signifikan bagi masyarakatnya. Jalan masih banyak yang rusak, infrastruktur pendidikan juga banyak yang nyaris ambruk, pun demikian dengan sanitasi air, dan lingkungan yang buruk karena pencemaran. Di Banten juga sama, kendati sudah hampir 10 tahun berdiri, dan meski perubahannya ada, tetapi tidak signifikan. Dan yang pasti hingga kini masih banyak masyarakat Banten yang menganggur, miskin, bahkan masih banyak ditemukan penderita gizi buruk.
Infrastruktur jalan di Banten juga masih sangat banyak yang kerusakannya masuk pada kondisi memprihatinkan. Banyak teman berbicara bahwa kebijakan pembangunan juga dilihat dari sisi politik. Artinya kalau dekat dengan pemilukada pasti banyak infrastruktur jalan yang dibangun. Meski demikian, itu juga baik dari pada tidak sama sekali.

Pembangunan Dipolitisasi
Bahkan seorang teman di daerah wisata Carita berniat memasang spanduk yang memotong jalan obyek wisata Pantai Carita yang bertuliskan bahwa tidak akan memberikan hak pilih pada pemilihan Bupati Pandeglang tahun 2010 maupun Gubernur Banten nanti, jika kerusakan jalan tersebut tidak segera diperbaiki. Dari kalimat itu kita bisa melihat bahwa masyarakat akan mengancam secara politik, karena selama ini pembangunan juga selalu saja dimanfaatkan untuk memuluskan kepentingan politik pihak
tertentu.
Jika manajemen pemerintah daerah sudah seperti itu, maka patut belajar kepada Maradona. Maradona menempatkan Leonel Messi bukan karena suka atau tidak suka, tetapi tepat sesuai kompetensinya sebagai striker. Menempatkan Carlos Teves, dan Gonzalo Gerardo Higuaín, juga tepat untuk mendampingi Messi di lini depan. Beitupun di lini tengah dan belakang, semuanya sesuai dengan kompetensinya. Maradona juga melakukan itu untuk mengharumkan nama bangsanya, bukan untuk diri sendiri semata.
Kalau saja kepala daerah membentuk sinergitas pada setiap SKPD untuk konsisten menjalankan visi dan misinya, dan menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensinya tanpa dicampuradukan oleh kepentingan politik pribadi atau golongan tertentu, maka bukan hal mustahil bahwa kemajuan dan kesejahteraan akan dirasakan oleh rakyatnya. (*)

Beban Rakyat Kian Berat

Oleh: OJI FAOJI
Terkadang saya bertanya dalam hati, apakah rakyat telah ditipu oleh pemimpin bangsa ini. Memang tidak ada pernyataan eksplisit dari pemerintah bahwa “Kami menipu rakyat.” Tetapi, sejumlah keputusannya cukup terasa dan sangat tidak bijak, sehingga saya dan mungkin juga sebagian banyak rakyat merasakan kegetiran dengan keputusan pemerintah yang cukup menyakitkan.
Kepentingan politik seperti menjadi nomor satu dari pada mementingkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa ini. Dana oleh-oleh untuk rakyat hanyalah keputusan yang sangat berat dipikul.

Serba Naik
Pemerintah merencanakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) awal Juli nanti; biaya pembuatan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan (STNK), dan penerbitan TNKB, yang sudah mulai berlaku kenaikannya sejak Sabtu (26/6) cukup menekan, yakni dari dari 80 hingga 100 persen; kenaikan tarif tol, gas, dan ongkos kereta api; Ditambah dengan kondisi baru-baru ini, harga sembako dan sayuran melonjak naik hingga beberapa kali lipat. Cabe merah yang tiga pekan lalu dijual di pasar tradisional hanya 18.000 per kilogram (kg), Sabtu (26/6) di Pasar Baru Anyer, Kabupaten Serang, Banten, harganya mencapai Rp 40.000 per kg. Kenaikan harga cabe juga diikuti oleh kenaikan harga bahan sambako lainnya, seperti daging ayam, yang sebelumnya Rp 25.000 per kg, kini mencapai Rp 30.000 per kg. Meskipun karena faktor cuaca, mestinya pemerintah melakukan upaya agar kondisi tersebut tidak terjadi.
Secara kebetulan, rentetan kenaikan tersebut berbarengan dengan penerimaan siswa baru (PSB) di sekolah. Diketahui bersama bahwa PSB di sekolah-sekolah tertentu, biayanya cukup tinggi dan mencapai jutaan rupiah, meskipun hanya untuk sekolah dasar, dan play group. Bisnis pendidikan memang lebih menjanjikan dari pada sekedar jualan pakaian. Sebab, bisnis pendidikan, selain menjual program, sekarang lebih berkembang, seperti menjual bangunan, laptop, seragam, buku, dan lain sebagainya. Sungguh mengerikan di saat masyarakat sudah mulai gandrung akan pendidikan formal.
Wajar memang, keputusan menaikkan seperti tersebut di atas sering terjadi, karena biasanya yang membahas keputusan kenaikan itu mereka yang berdasi dan tidak melibatkan rakyat miskin. Sementara masih banyak rakyat yang kesulitan meski hanya untuk makan sesuap nasi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ada lagi, pemerintah juga akan menelorkan keputusan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada September 2010. Meskipun Dirjen Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo, kepada pers mengatakan, untuk kendaraan jenis motor dan angkutan umum dibolehkan menggunakan BBM bersubsidi, tetapi untuk kendaraan mobil (pribadi) plat hitam harus membeli BBM yang tidak disubsidi.
Tidak tahu apa sebenarnya yang terkandung dari semua keputusan tersebut, karena menurut Evita, pembatasan BBM bersubsidi mendesak dilakukan karena baru semester I tahun 2010, konsumsi BBM bersubsidi melonjak hingga 6-9 persen dari kuota yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P) 2010. Tetapi yang jelas, kebijakan ini sangat memberatkan rakyat.

DPR RI Menyetujui
Keputusan-keputusan kenaikan tersebut mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Kita tahu bersama bahwa DPR adalah orang-orang pilihan yang dipercaya untuk mewakili rakyat dalam memperjuangkan hak-haknya. Dalam pembacaan kesimpulan rapat kerja dengan Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh, Selasa (15/6) lalu, Ketua Komisi VII DPR RI Teuku Rifky Harsya menyatakan bahwa komisinya yang membidangi energi menyetujui usulan pemerintah yang menaikkan TDL, meskipun Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi PKS menolak keputusan itu.
Pengamat ekonomi Hendri Saparani menilai, DPR dan pemerintah tidak adil dengan memutuskan kenaikan berbagai tarif dan harga. Agar terkesan pro rakyat, kata Hendri, DPR dan pemerintah tidak menaikkan TDL golongan tarif 450 hingga 900 volt ampera (VA). Padahal, kenaikan TDL membuat industri dan bisnis yang pada akhirnya rakyat kecil yang terkena dampaknya.
Dengan demikian, sulit mengandalkan DPR untuk bisa prorakyat seperti yang dijanjikan saat kampanye mereka pada Pemilu Legislatif 2009 lalu. DPR diharapkan membawa perubahan ke arah lebih baik, sesuai yang disampaikan saat kampanye, justru malah sebaliknya, mendukung kebijakan pemerintah dengan menambah kesulitan hidup rakyat yang diwakilinya.

Rakyat Protes
Pengusahan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan para pekerja melalui sejumlah serikat pekerja menolak kebijakan kenaikan TDL yang akan dilakukan pemerintah pada awal Juli mendatang. Menurut Apindo, kenaikan TDL akan menekan dunia usaha dalam melakukan produksi yang ujung-ujungnya benturan akan terjadi antara pengusaha dan pekerja, karena pengusaha terpaksa harus menekan gaji atau mengurangi jumlah pekerja.
Serikat pekerja juga mendesak kepada pemerintah untuk meninjau kembali rencana tersebut, dan pekerja menilai keputusan pemerintah yang ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai 7 persen, sangat kontraproduktif dengan ditetapkannya kenaikan TDL. Ini karena pengusaha tidak bisa mengimbangi biaya produksi nantinya. Menerutu pekerja, kenaikan TDL justru akan menurunkan daya beli masyarakat yang tentu saja diikuti oleh penurunan volume penjualan yang ujung-ujungnya pengangguran bertambah karena pekerja yang menjadi korban.
Pengusaha dan pekerja juga banyak menjadi korban keputusan pemerintah yang turut penyetujui perdagangan bebas atau CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area). Pengusaha lokal banyak yang merasa sulit bersaing dengan pengusaha negara lain, termasuk China, karena pengusaha China bisa menekan harga produksi dari pengusaha lokal Indonesia. Mereka bisa melakukan itu, karena negaranya juga mendukung. Di Indonesia justru sebaliknya, pemerintah lebih menekan pengusaha, termasuk dengan rencana kenaikan TDL tersebut, kenaikan tarif tol, pembatasan BBM bersubsisi, dll. Pertengahan Juni lalu sejumlah elemen juga melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Mereka memprotes rencana pemerintah yang mengurangi subsidi BBM, karena sama saja dengan “mencekik” rakyat.

Cemburu dengan Iran
Ulah pemimpin negeri ini membuat saya cemburu dengan Iran. Andai presidenku seperti Mahmoud Ahmadinejad. Presiden Iran saat ini itu pernah di wawancara oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya, dan hasil wawancaranya tersebar di internet. Berikut adalah gambaran Ahmadinejad yang dikutip dari internet yang pasti membuat kagum dan mendambakan sosok pemimpin serupa di Indonesia.
(1) Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan, Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada masjid-masjid dan menggantikannya dengan karpet biasa; (2) Ia memerintahkan untuk menutup ruang tamu VIP dan memerintahkan protokol
untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive; (3) Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenan; (4) Kepada menteri-menterinya, ia memberikan dokumen resmi yang berisi arahan, terutama menekankan para menterinya untuk tetap hidup sederhana dan menyatakan, rekening pribadi maupun kerabat dekat menteri akan diawasi, sehingga pada saat menteri berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak;
(5) Ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu-satunya uang masuk adalah uang gaji bulanannya; (6) Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250; (7) Ia juga masih tinggal di rumahnya, padahal Ahmadinejad adalah presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan; (8) Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yang selalu dibawa sang presiden tiap hari berisikan sarapan. Ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden; (9) Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan pesawat terbang kepresidenan menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia juga meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi; (10) Ia kerap mengadakan rapat dengan menterinya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sudah dilakukan, dan ia memotong protokoler istana. Ia juga menghentikan kebiasaan upacara-upacara seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi; (11) Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yang tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal-pengawalnya; (12) Sepanjang sholat, ia tidak duduk di baris paling depan; (13) Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimanapun berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa di pinggir jalan. (*)

Kamis, 29 April 2010

Kunjungan DPRD Kabupaten Serang ke Kota Manado, Sulut

Mempelajari Konsep Kota Pariwisata Dunia

Di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), terdapat sebuah pulau yang cukup indah dan menjadi daya tarik pengunjung hingga mancanegara. Pulau tersebut adalah Bunaken. Mengapa demikian?

OJI FAOJI – KOTA MANADO

Untuk mengetahui konsep pariwisata ala Manado yang bisa mengembangkan potensi pariwisata Pulau Bunaken, Komisi II dan Komisi IV DPRD Kabupaten Serang melakukan studi banding ke kota tersebut sejak Senin hingga Rabu (29-31/3) hari ini. Komisi II belajar tentang bagaimana manajemen kepariwisataan yang dilakukan Kota Manado, sedangkan Komisi IV DPRD Kabupaten Serang belajar tentang sektor lain yang mendukung berkembangnya pariwisata, serta hal lain yang sesuai tugas, pokok dan fungsinya, seperti sektor infrastruktur, sarana perhubungan, dan penataan lingkungan hidup.

“Ada banyak event internasional yang digelar di Kota Manado, di antaranya Sile Bunaken. Bagaimana hal itu bisa dilakukan, kami ingin menggali informasinya,” ujar Ahmad Zaeni, Ketua Komisi IV dalam dialog dengan jajaran anggota DPRD dan SKPD Kota Manado di Ruang Rapat Paripurna DPRD Manado, Senin (29/3) petang waktu setempat.

Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Serang M Najib Hamas juga mengatakan, dalam sebuah peraturan pemerintah disebutkan bahwa sektor pariwisata adalah urusan pilihan. “Tetapi mengapa Kota Manado berani menjadikan pariwisata sebagai urusan wajib yang mendapat prioritas,” ujar Najib.

Tidak hanya Ahmad Zaeni dan Najib Hamas, anggota DPRD dari dua komisi, termasuk Koordinator Komisi IV DPRD Kabupaten Serang Feri Teruna dan Koordinator Komisi II DPRD Kabupaten Serang Muhyidin Musa melayangkan sejumlah pertanyaan yang mencoba membedah konsep pariwisata yang dilakukan Kota Manado, yang juga Ibu Kota Sulut ini.

“Saya melihat banyak hal yang mendukung berkembangnya pariwisata di Kota Manado, salah satunya kondisi infrastruktur jalan yang belum kami ditemukan yang rusak,” ujar Feri.

Sementara itu, menjawab pertanyaan anggota DPRD Kabupaten Sereang, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Manado Hengki Kalolo menjelaskan bahwa Kota Manado terus melakukan upaya terbaik untuk menjadikan pariwisata, khususnya Pulau Bunaken sebagai daerah tujuan wisata dunia. Ini terbukti dengan sejumlah event tingkat internasional yang beberapa kali digelar di Kota Manado. “Pariwisata di Manado terus berkembang karena ada komitmen dari seluruh stakeholder. Selain karena kebijakan bupati yang didukung DPRD, masyarakat setempat juga berkomitmen dan ikut melakukan pembahasan visi Kota Manado,” ujar Hendrik.

Dikatakannya, visi Kota Manado tahun 2010 yang dikampanyekan adalah Manado menjadi kota wisata dunia. “Kami juga mengucapkan terima kasih atas kedatangan rombongan anggota DPRD Kabupaten Serang, karena studi banding yang dilakukan ke sini (Manado-red), disadari telah memberikan income secara keseluruhan. Melalui konsep Manado jadi kota wisata dunia ini, bukan hanya pengunjung domestik, pengunjung mancanegara juga menjadi target kami,” ujarnya. Hengki juga menjelaskan bahwa struktur geografis Kota Manado adalah perbukitan, dengan jumlah penduduk sebanyak 417.000 jiwa yang tersebar di 9 kecamatan.

Hendrik Kaloka, Kepala Dinas Pariwisata Kota Manado menambahkan, sejauh ini visi tersebut sudah berhasil, karena belum lama ini ada sebuah kapal dari Amerika Serikat yang membawa 600 turis berkunjung ke Manado. “Dalam waktu dekat, dari Jepang juga akan menggelar event besar di Indonesia, dan yang menjadi lokasinya adalah Kota Manado,” ujar Hendrik.

Di lokasi yang sama, Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kota Manado mengatakan, bahwa saat infrastruktur jalan di Kota Manado secara bertahap membaik. Infrastruktur jalan terus diperbaiki secara maksimal untuk mendukung visi Manado menjadi kota wisata dunia.

Diakhir pertemuan, anggota DPRD Kota Manado menawarkan rombongan DPRD Kabupaten Serang untuk berkunjung ke Pulau Bunaken yang sepenuhnya difasilitasi oleh Dinas Pariwisata Kota Manado. (*)