Selasa, 29 Juni 2010

Beban Rakyat Kian Berat

Oleh: OJI FAOJI
Terkadang saya bertanya dalam hati, apakah rakyat telah ditipu oleh pemimpin bangsa ini. Memang tidak ada pernyataan eksplisit dari pemerintah bahwa “Kami menipu rakyat.” Tetapi, sejumlah keputusannya cukup terasa dan sangat tidak bijak, sehingga saya dan mungkin juga sebagian banyak rakyat merasakan kegetiran dengan keputusan pemerintah yang cukup menyakitkan.
Kepentingan politik seperti menjadi nomor satu dari pada mementingkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa ini. Dana oleh-oleh untuk rakyat hanyalah keputusan yang sangat berat dipikul.

Serba Naik
Pemerintah merencanakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) awal Juli nanti; biaya pembuatan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan (STNK), dan penerbitan TNKB, yang sudah mulai berlaku kenaikannya sejak Sabtu (26/6) cukup menekan, yakni dari dari 80 hingga 100 persen; kenaikan tarif tol, gas, dan ongkos kereta api; Ditambah dengan kondisi baru-baru ini, harga sembako dan sayuran melonjak naik hingga beberapa kali lipat. Cabe merah yang tiga pekan lalu dijual di pasar tradisional hanya 18.000 per kilogram (kg), Sabtu (26/6) di Pasar Baru Anyer, Kabupaten Serang, Banten, harganya mencapai Rp 40.000 per kg. Kenaikan harga cabe juga diikuti oleh kenaikan harga bahan sambako lainnya, seperti daging ayam, yang sebelumnya Rp 25.000 per kg, kini mencapai Rp 30.000 per kg. Meskipun karena faktor cuaca, mestinya pemerintah melakukan upaya agar kondisi tersebut tidak terjadi.
Secara kebetulan, rentetan kenaikan tersebut berbarengan dengan penerimaan siswa baru (PSB) di sekolah. Diketahui bersama bahwa PSB di sekolah-sekolah tertentu, biayanya cukup tinggi dan mencapai jutaan rupiah, meskipun hanya untuk sekolah dasar, dan play group. Bisnis pendidikan memang lebih menjanjikan dari pada sekedar jualan pakaian. Sebab, bisnis pendidikan, selain menjual program, sekarang lebih berkembang, seperti menjual bangunan, laptop, seragam, buku, dan lain sebagainya. Sungguh mengerikan di saat masyarakat sudah mulai gandrung akan pendidikan formal.
Wajar memang, keputusan menaikkan seperti tersebut di atas sering terjadi, karena biasanya yang membahas keputusan kenaikan itu mereka yang berdasi dan tidak melibatkan rakyat miskin. Sementara masih banyak rakyat yang kesulitan meski hanya untuk makan sesuap nasi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ada lagi, pemerintah juga akan menelorkan keputusan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada September 2010. Meskipun Dirjen Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Herawati Legowo, kepada pers mengatakan, untuk kendaraan jenis motor dan angkutan umum dibolehkan menggunakan BBM bersubsidi, tetapi untuk kendaraan mobil (pribadi) plat hitam harus membeli BBM yang tidak disubsidi.
Tidak tahu apa sebenarnya yang terkandung dari semua keputusan tersebut, karena menurut Evita, pembatasan BBM bersubsidi mendesak dilakukan karena baru semester I tahun 2010, konsumsi BBM bersubsidi melonjak hingga 6-9 persen dari kuota yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P) 2010. Tetapi yang jelas, kebijakan ini sangat memberatkan rakyat.

DPR RI Menyetujui
Keputusan-keputusan kenaikan tersebut mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Kita tahu bersama bahwa DPR adalah orang-orang pilihan yang dipercaya untuk mewakili rakyat dalam memperjuangkan hak-haknya. Dalam pembacaan kesimpulan rapat kerja dengan Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh, Selasa (15/6) lalu, Ketua Komisi VII DPR RI Teuku Rifky Harsya menyatakan bahwa komisinya yang membidangi energi menyetujui usulan pemerintah yang menaikkan TDL, meskipun Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi PKS menolak keputusan itu.
Pengamat ekonomi Hendri Saparani menilai, DPR dan pemerintah tidak adil dengan memutuskan kenaikan berbagai tarif dan harga. Agar terkesan pro rakyat, kata Hendri, DPR dan pemerintah tidak menaikkan TDL golongan tarif 450 hingga 900 volt ampera (VA). Padahal, kenaikan TDL membuat industri dan bisnis yang pada akhirnya rakyat kecil yang terkena dampaknya.
Dengan demikian, sulit mengandalkan DPR untuk bisa prorakyat seperti yang dijanjikan saat kampanye mereka pada Pemilu Legislatif 2009 lalu. DPR diharapkan membawa perubahan ke arah lebih baik, sesuai yang disampaikan saat kampanye, justru malah sebaliknya, mendukung kebijakan pemerintah dengan menambah kesulitan hidup rakyat yang diwakilinya.

Rakyat Protes
Pengusahan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan para pekerja melalui sejumlah serikat pekerja menolak kebijakan kenaikan TDL yang akan dilakukan pemerintah pada awal Juli mendatang. Menurut Apindo, kenaikan TDL akan menekan dunia usaha dalam melakukan produksi yang ujung-ujungnya benturan akan terjadi antara pengusaha dan pekerja, karena pengusaha terpaksa harus menekan gaji atau mengurangi jumlah pekerja.
Serikat pekerja juga mendesak kepada pemerintah untuk meninjau kembali rencana tersebut, dan pekerja menilai keputusan pemerintah yang ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai 7 persen, sangat kontraproduktif dengan ditetapkannya kenaikan TDL. Ini karena pengusaha tidak bisa mengimbangi biaya produksi nantinya. Menerutu pekerja, kenaikan TDL justru akan menurunkan daya beli masyarakat yang tentu saja diikuti oleh penurunan volume penjualan yang ujung-ujungnya pengangguran bertambah karena pekerja yang menjadi korban.
Pengusaha dan pekerja juga banyak menjadi korban keputusan pemerintah yang turut penyetujui perdagangan bebas atau CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area). Pengusaha lokal banyak yang merasa sulit bersaing dengan pengusaha negara lain, termasuk China, karena pengusaha China bisa menekan harga produksi dari pengusaha lokal Indonesia. Mereka bisa melakukan itu, karena negaranya juga mendukung. Di Indonesia justru sebaliknya, pemerintah lebih menekan pengusaha, termasuk dengan rencana kenaikan TDL tersebut, kenaikan tarif tol, pembatasan BBM bersubsisi, dll. Pertengahan Juni lalu sejumlah elemen juga melakukan aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Mereka memprotes rencana pemerintah yang mengurangi subsidi BBM, karena sama saja dengan “mencekik” rakyat.

Cemburu dengan Iran
Ulah pemimpin negeri ini membuat saya cemburu dengan Iran. Andai presidenku seperti Mahmoud Ahmadinejad. Presiden Iran saat ini itu pernah di wawancara oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya, dan hasil wawancaranya tersebar di internet. Berikut adalah gambaran Ahmadinejad yang dikutip dari internet yang pasti membuat kagum dan mendambakan sosok pemimpin serupa di Indonesia.
(1) Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan, Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada masjid-masjid dan menggantikannya dengan karpet biasa; (2) Ia memerintahkan untuk menutup ruang tamu VIP dan memerintahkan protokol
untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive; (3) Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenan; (4) Kepada menteri-menterinya, ia memberikan dokumen resmi yang berisi arahan, terutama menekankan para menterinya untuk tetap hidup sederhana dan menyatakan, rekening pribadi maupun kerabat dekat menteri akan diawasi, sehingga pada saat menteri berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak;
(5) Ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu-satunya uang masuk adalah uang gaji bulanannya; (6) Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250; (7) Ia juga masih tinggal di rumahnya, padahal Ahmadinejad adalah presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan; (8) Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yang selalu dibawa sang presiden tiap hari berisikan sarapan. Ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden; (9) Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan pesawat terbang kepresidenan menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia juga meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi; (10) Ia kerap mengadakan rapat dengan menterinya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sudah dilakukan, dan ia memotong protokoler istana. Ia juga menghentikan kebiasaan upacara-upacara seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi; (11) Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yang tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal-pengawalnya; (12) Sepanjang sholat, ia tidak duduk di baris paling depan; (13) Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimanapun berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa di pinggir jalan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar